Kegundahan Dan Usaha Menghilangkannya
KEGUNDAHAN DAN USAHA MENGHILANGKANNYA
Dalam kehidupan, seringkali manusia ditimpa berbagai musibah, didera duka nestapa, sehingga membuatnya sedih dan merasa sakit. Bahkan tak jarang membuatnya terpuruk dalam duka lara yang berkepanjangan. Kesedihan dan kepedihan ini bisa disebabkan oleh hal-hal yang telah lewat, atau berkenaan dengan hal yang dikhawatirkan akan terjadi nanti, maupun kepedihan yang tengah dialami. Kadang seseorang berduka hati ketika mengingat masa lalu yang pahit. Atau dirundung kekhawatiran ketika membayangkan derita yang diperkirakan akan menimpa. Juga terkadang ia diliputi kegundahan dan duka mendalam ketika musibah tengah mendera.
Oleh karena itu para Ulama’ mengatakan bahwa rasa sakit di hati jika berkaitan dengan masa lalu disebut denga al–huzn (kesedihan). Sedangkan jika berkaitan dengan hal yang akan terjadi di masa yang akan datang dinamakan al-hamm (kekhawatiran). Adapun jika berkaitan dengan masa sekarang dinamakan al-ghamm (kegundahan). Ketiga hal tersebut (kesedihan, kekhawatiran dan kegundahan) adalah gejolak hati, yang jika hati telah ditimpa hal tersebut, maka akan membuatnya lemah, susah tidur, pikiran tak tenang, sikap dan prilakunya pun menjadi tidak stabil. Bahkan ini bisa terlihat nyata dari raut wajahnya. Karenanya terkadang ketika kita bertemu dengan seorang teman, meski tak ada sepatah katapun yang ia ucapkan, kita bisa langsung menerka bahwa ia sedang bersedih. Hal itu tidak lain karena kegundahan hatinya terlihat nyata di raut wajahnya, terlebih jika kegundahan itu begitu berat. Keadaan seperti ini bisa menimpa setiap orang, disebabkan keadaan dan situasi yang silih berganti.
Kemudian jika kita perhatikan, setiap orang menempuh berbagai cara untuk menghilangkan kegundahan hatinya. (Mulai dari cara yang gratis sampai yang berbayar, baik yang berbiaya murah ataupun yang berbiaya mahal, bahkan super mahal pun mereka lakukan, demi menghilangkan kegundahan hatinya-red). Namun (mereka tidak akan berhasil meraihnya, karena –red) tidak lain cara terbaik dan obat termanjurnya adalah dengan sepenuh hati kembali kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Dengan menghambakan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mengingat (dzikir) dan mengagungkan-Nya, menyibukkan hati dengan tauhid dan iman, serta bermunajat kepadanya-Nya. Dengan ini, niscaya kesedihan, kekhawatiran dan kegundahan akan sirna. Tak ada sedikitpun yang tersisa.
Dzikir adalah kunci ketenangan hati, kesejukan jiwa dan penghilang kesedihan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenang dengan mengingat Allâh, ketahuilah dengan mengingat Allâh hati menjadi tenang” [Ar-Ra’d/ 13: 28].
Jadi, ketenangan hati, hilangnya kesedihan dan kegundahan, hanya bisa dicapai dengan mengingat Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mengagungkan dan beriman kepada-Nya dengan sepenuh hati.
Kesimpulannya ; bahwa dzikir adalah obat dan penawar penyakit hati.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengajarkan dzikir-dzikir yang dianjurkan untuk dibaca dan ditekuni oleh siapa saja yang sedang ditimpa kesusahan, kesedihan dan kegundahan, agar semua rasa itu hilang darinya. Dzikir-dzikir tersebut termaktub dalam kitab-kitab hadits para Ulama’. Berikut kami sebutkan beberapa do’a dan dzikir sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dianjurkan untuk dibaca oleh setiap orang yang tertimpa kesusahan dan kesedihan.
Imam al-Bukhâri rahimahullah dan Muslim rahimahullah meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala ditimpa kesusahan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ ; لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ; لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
Tiada ilah (tuhan) yang berhak diibadahi kecuali Allâh Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Agung lagi Maha Penyantun; Tiada ilah (tuhan) yang berhak diibadahi kecuali Allâh Subhanahu wa Ta’ala Pemilik dan Penguasa Arsy’ yang agung; Tiada ilah (tuhan) yang berhak diibadahi kecuali Allâh Subhanahu wa Ta’ala Pemilik dan Penguasa langit, bumi dan Arsy yang mulia.”[1]
Imam Abu Daud meriwayatkan hadits dari Asmâ’ binti Umais, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Maukah aku ajarkan kepadamu do’a yang hendaknya engkau baca di waktu sulit?! Engkau mengucapkan:
أَللَّهُ أَللَّهُ رَبِّي لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Allâh, Allâh adalah Rabbku; aku tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.[2]
Imam Abu Daud juga meriwayatkan hadits dari Abu Bakrah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa orang yang ditimpa kesusahan adalah:
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Ya Allâh , semata-mata hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka jangan kau biarkan aku mengurus diriku sendiri walau sekejap mata sekalipun, dan perbaikilah segala urusanku, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau”.[3]
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Sa’d bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دَعْوَةُ ذِي النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنْ الظَّالِمِينَ فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ
“Do’a nabi Yunus ketika ia berada di dalam perut ikan:
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنْ الظَّالِمِينَ
(Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan haq kecuali engkau, sungguh aku adalah hamba yang zhalim), sesungguhnya tidaklah seorang muslim membacanya untuk suatu keperluan melainkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mengabulkannya”.[4]
Keempat hadits agung dan sahih di atas, mengajarkan do’a penawar kegundahan hati setiap insan, penghilang kesedihan dan kesusahan. Sungguh, demi Dzat Yang tidak ada yang berhak disembah selan Dia, jika seorang hamba membaca do’a-do’a tersebut dengan penuh penghayatan, niscaya tak akan tersisa secuil pun kegundahan di hatinya. Karena do’a tersebut adalah penawar hati yang manjur lagi penuh berkah. Namun saat membacanya harus dibarengi dengan penghayatan makna, lalu merealisasikan isi kandungannya.
Para Ulama berkata, “Bahwa membaca do’a-do’a yang ma’tsur (sahih) tanpa memahami makna dan mentadaburi isi kandungannya, berefek kurang maksimal dan minim faedah”. Oleh karena itu, kita harus memahami makna dzikir-dzikir kita kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Umumnya kita sering dan tekun membaca do’a-do’a yang diajarkan syariat, tapi tidak menghayati maknanya, sehingga hasilnya pun kurang maksimal. Jika kita perhatikan dengan seksama keempat do’a di atas, niscaya kita dapati bahwa keseluruhannya bermuara pada satu titik temu, yaitu; merealisasikan tauhid yang menjadi tujuan penciptaan seluruh hamba. Tauhid yang bermakna mengikhlaskan ibadah dan ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Itulah tempat kembali terbaik bagi manusia setiap kali diterpa kesulitan dan kesedihan. Dan itu tidak akan hilang kecuali dengan merealisasikan tauhid dan kembali sepenuhnya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh keikhlasan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhâri, no. 6346 dan Muslim, no. 2703
[2] HR. Abu Daud, no. 1525; Ibnu Majah, no. 3882; Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh at-Targhîb, no. 1284
[3] HR. Abu Daud, no. 5090. Hadits ini dinayatakan sebagai hadits hasan dalam kitab Shahîh al-Jâmi, no. 3388
[4] HR. At-Tirmidzi, no. 3505. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahîh al-Jâmi, no. 3383
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9439-kegundahan-dan-usaha-menghilangkannya.html